BEKISAR, PELUNG DAN AYAM ADUAN
Dalam agribisnis peternakan unggas (ayam, itik, puyuh, merpati);
pakan merupakan komponen dengan nilai prosentase paling tinggi, yakni
mencapai 70% dari total komponen biaya. Sisanya adalah bibit, penyusutan
kandang dan alat, obat-obatan, dan tenaga kerja. Karenanya, penghematan
biaya koponen pakan, misalnya dengan penggunaan pakan alternatif, bisa
meningkatkan nilai keuntungan pada peternakan unggas. Komponen pakan
pada ternak unggas adalah karbohidrat. Biasanya dipenuhi dari bahan
jagung dan gaplek, protein nabati berupa bungkil dan protein hewani dari
tepung ikan. Dalam agribisnis modern yang bersifat massal, misalnya
peternakan itik pedaging, kalkun, ayam broiller, ayam petelur dll,
penghematan komponen pakan hampir mustahil dilakukan. Hingga
parapeternak modern ini berusaha untuk efisien pada pengelolaan usaha.
Namun dalam peternakan unggas skala kecil dan menengah, masih ada satu
cara untuk bisa meraih keuntungan dengan nilai prosentase yang relatif
tinggi dibanding komponen pakan yang sudah pasti sekitar 70%. Caranya
dengan memelihara unggas hias (pet). Misalnya ayam kate, ayam bekisar,
ayam pelung, ayam aduan dll. Pasar dari komoditas ini memang sangat
terbatas dan kecil. tetapi nilai keuntungan yang didapat jauh lebih
tinggi dari peternakan unggas konsumsi.
Harga pokok ayam pedaging
bobot 1,5 kg. misalnya mencapai Rp 10.000,- per ekor. Harga jualnya
paling tinggi hanyalah Rp 12.000,- di tingkat peternak atau Rp 15.000,-
di tingkat konsumen. Sementara ayam bekisar, pelung atau aduan
(bangkok), dengan harga pokok sama, per ekor (jantannya) bisa dijual
dengan harga minimal Rp 50.000,- di tingkat peternak. Betinanya bisa
dijual sebagai calon induk atau ayam potong dengan harga standar ayam
kampung Rp 20.000,- per ekor. Hingga secara ekonomis, agribisnis unggas
pet, jauh lebih menguntungkan dibanding dengan unggas konsumsi.
Lebih-lebih kalau peternak sabar untuk menjual ayam jago mereka setelah
mencapai umur lebih dari 1 tahun. Pada saat itu, bekisar, pelung atau
ayam aduan kualitas standar, akan berharga sekitar Rp 200.000,- per
ekor. Namun ayam yang kualitasnya jelek akan dihargai sama dengan ayam
kampung biasa untuk dipotong, dengan harga hanya sekitar Rp 25.000,- per
ekor. Disamping bekisar, pelung dan ayam aduan, sebenarnya masih banyak
ayam jenis pet yang lain. Misalnya ayam kate, ayam batik, ayam kipas,
ayam balenggek dari Sumbar, ayam Yokohama yang berekor sangat panjang
dll.
Bekisar adalah hasil silangan induk jantan ayam hutan hijau
(Gallus varius) dengan induk betina ayam kampung. Belakangan induk
betinanya sangat bervariasi, mulai dari ayam kate, ayam broiler, ayam
bangkok dll. Ayam bekisar disenangi "kalangan elite" di Indonesia karena
kokoknya tetap khas ayam hutan hijau, tetapi ayamnya sendiri jinak.
Selama ini ayam hutan hijau sulit sekali dijinakkan. Kecuali hasil
tangkaran yang sudah mencapai F4 atau lebih (kalau ayam hutan liar
diangap sebagai F0). Hasil silangan induk jantan ayam hutan hijau dengan
induk betina ayam kampung, hanya akan menghasilkan bekisar sekitar 25%.
Kalau induk betina itu berhasil menetaskan 10 ekor anak ayam, maka 5
diantaranya betina. Dari 5 yang jantan, sekitar 2 atau 3 akan menjadi
"ayam bakekok". Yang disebut ayam bakekok adalah bekisar yang kokoknya
sangat kagok. Ayam hutan bukan, ayam kampung juga tidak. Hingga
kadang-kadang juga disebut sebagai ayam kagok. Jadi kalau kita punya 100
anak ayam hasil silangan dari 10 induk betina, maka yang diharapkan
akan jadi bekisar hanya sekitar 25. Dari angka itu, yang akan jadi
bekisar top, kurang dari 5. Hingga wajar kalau harga standar bekisar
muda sudah di atas Rp 200.000,- per ekor.
"Penemu" ayam bekisar
adalah masyarakat pulau Kengean di sebelah tenggara pulau Madura. Di
sana masyarakatnys secara iseng mengawinkan induk betina ayam kampung
mereka dengan jago ayam hutan hijau. Cara perkawinan ala Kangean ini
sangat unik. Kebetulan mereka sudah punya jago ayam hutan hijau yang
relatif jinak. Hingga pemeliharaannya cukup dengan diikat salah satu
kakinya dengan tali kain. Kepada jago ayam hutan hijau itu didekatkan
ayam hutan hijau betina. Setelah ayam hutan jantan itu bermaksud untuk
mengawininya, maka disusupkan ayam kampung betina di bawah ayam hutan
betina tersebut. Untuk itu, sebuah lubang dangkal telah dipersiapkan di
"lokasi perkawinan" tersebut. Hingga yang terjadi adalah, jago ayam
hutan hijau itu "nangkring" dan mematok ayam hutan betina, tetapi yang
dikawininya adalah ayam kampung. Teknik perkawinan ala Kangean ini
disebut sebagai "kawin dodokan". Selanjutnya, ayam betina kampung yang
sudah dikawini jago ayam hutan itu, di pantatnya diikatkan tempurung
kelapa sebagai "celana". Maksudnya agar dia tidak dikawini oleh ayam
jago kampung. Telur yang dihasilkan oleh ayam betina yang dikawini ayam
hutan ini, kalau menetas pasti akan menjadi bekisar sekitar 25 %.
Karena
teknik perkawinan ala Kangean ini sangat rumit, maka dikembangkanlah
teknik perkawinan ala Surakarta. Di sini, jago ayam hutan hijau ditaruh
dalam satu kurungan dengan ayam betina kampung. Mula-mula mereka ditaruh
dalam dua kurungan yang berbeda, tetapu ditaruh berdekatan. Setelah
kelihatan bahwa ayam hutan jantan itu naksir, baru mereka disatukan.
Perkawinan ala Surakarta ini terjadi secara alamiah. Kendalanya, ayam
hutan jantan hanya mau naksir ayam betina kampung yang berperawakan
kecil (mirip ayam hutan betina) dan yang warna bulunya "lurik" cokelat
abu-abu. Teknik perkawinan untuk menghasilkan bekisar cara mutakhir
adalah dengan kawin suntik. Penyilangan ini harus terus menerus
dilakukan untuk menghasilkan bekisar, sebab hasil silangan ayam hutan
dengan ayam kampung akan selalu mandul. Sampai saat ini, bekisar tetap
diproduksi oleh para penangkar. Namun "gaungnya" di masyarakat sudah
tidak seperti tahun-tahun 1980an. Di lain pihak, muncul pula upaya untuk
melestarikan keberadaan ayam hutan hijau yang habitat aslinya semakin
rusak. Upaya itu adalah dengan "domestifikasi". Salah satu institusi
yang sudah mulai tampak berhasil menjinakkan ayam hutan hijau adalah
Taman Burung Taman Mini Indonesia Indah di Jakarta.
Beda dengan
bekisar yang proses penyilangannya sangat rumit, maka ayam pelung dan
ayam aduan adalah produk peternakan biasa. Ayam pelung adalah ayam asli
Cianjur, Jawa Barat, yang kokoknya sangat panjang mirip suara
melolong-lolong. Kokok semacam ini juga dimiliki oleh ayam belenggek
dari Sumetera Barat. Sosok ayam pelung beda dengan ayam kampung biasa.
Ukuran tubuhnya termasuk raksasa, hingga bobot per ekor jago pelung,
bisa mencapai 4 sampai 5 kg. Ciri khas lain dari ayam pelung adalah
bilah jenggernya yang sangat khas. Warna bulu jago pelung merah pada
"rawis" leher maupun ekornya, sementara bulu sayap dan "lancurnya"
hitam. Warna bulu betinanya, biasanya cokelat atau hitam. Meskipun saat
ini pemeliharaan ayam pelung sudah merata ke seluruh Indonesia, tetapi
populasinya sangat kecil. Konsentrasi pemeliharaan ayam pelung tetap ada
di sekitar kota Cianjur di Jawa Barat. Hingga ayam ini telah identik
dengan kab. Cianjur. Di sini kontes pelung tahunan dilakukan secara
rutin. Mirip dengan sapi karapan dari Madura atau domba Garut, ayam
pelung di Cianjur sangat dimanjakan. Selain diberi pakan gabah kualitas
baik, ia juga diberi cincangan daging belut, disuapi kuning telur dan
diberi jamu. Maksudnya agar kokoknya nyaring dan panjang.
Yang
juga banyak dibudidayakan masyarakat secara khusus adalah ayam aduan.
Ayam ini lazim disebut ayam bangkok. Sebab ayam jenis ini memang
merupakan ras asli dari Thailand atau ayam siam. Beda dengan bekisar dan
pelung yang akan dinikmati suara kokoknya, maka ayam aduan dipelihara
untuk diadu dalam arena sabung ayam. Di Thailand, sabung ayam sudah
menjadi tradisi yang sangat kuat. Hingga selain ada farm-farm khusus
ayam aduan, di mana-mana juga ada "arena adu ayam". Yang disebut arena
memang betul-betul bangunan yang dibuat melingkar dan khusus digunakan
untuk sabung ayam. Ayam aduan yang ada di Indonesia, merupakan
introduksi ayam bangkok dari Thailand. Sampai sekarang masih banyak
peternak yang secara rutin mendatangkan induk betina maupun jantan ayam
bangkok, langsung dari Thailand. Para penangkar ini akan terus menerus
menjaga kemurnian galur asli ras siam ini. Namun ayam aduan yang ada di
masyarakat, kebanyakan sudah merupakan silangan antara induk jantan ayam
bangkok, dengan induk betina ayam kampung. Ayam aduan hasil silangan
ini, dianggap oleh para pakar sabung ayam sebagai lebih lincah dan kuat
dibanding dengan ayam bangkok "totok".
Agribisnis berupa farm
ayam pets, baik bekisar, pelung, aduan maupun ayam-ayam hias lainnya,
mempunyai prospek yang cukupbaik. Namun agribisnis demikian tidak cukup
hanya mengandalkan hal-hal yang sifatnya teknis budidaya. Penangkar yang
paling lihai sekalipun, akan kalah dengan penangkar yang keahlian
teknisnya pas-pasan, tetapi mempunyai keahlian dalam memasarkannya.
Pasar ayam pet demikian memang sangat khusus dan tertutup. Lebih-lebih
ayam aduan yang pasar utamanya para "botoh" sabung ayam. Kegiatan sabung
ayam di Indonesia, kecuali di Bali, memang dilarang. Sebab biasanya
arena ini juga menjadi sarana perjudian. Itulah sebabnya pasar ayam
aduan lebih eksklusif dibanding dengan pasar bekisar atau pelung. Kiat
yang digunakan oleh para penangkar ikan hias dalam memasarkan produknya,
juga digunakan pula oleh para peternak ayam pet. Misalnya dengan
menitipkan bekisar atau pelung kualitas istimewanya pada seorang pejabat
tinggi. Lalu dilansirlah berita di media massa bahwa pejabat tinggi itu
telah membeli koleksi bekisar atau pelung produksinya dengan harga Rp
500.000.000,- per ekor.
http://foragri.blogsome.com/bekisar-pelung-dan-ayam-aduan/
0 komentar:
Posting Komentar